Tembang atau sekar yaitu kumpulan kata dengan aturan yang dibaca menggunakan lagu laras atau nuansa slendro-pelog. Pada Serat Mardawa Lagu karangan R. Ng. Ronggo Warsito dijabarkan bahwa khususnya Jawa Tengah ada 4 jenis tembang, yaitu
1) membaca sa-lagu yang digolongkan dalam tembang gedhe kapisan,
2) membaca ro-lagu yang digolongkan dalam tembang gedhe kapindho,
3) membaca tri-lagu yang digolongkan dalam tembang tengahan,
4) membaca pat-lagu yang digolongkan tembang cilik. Membaca pat-lagu atau tembang cilik lebih dikenal dengan sebutan tembang macapat.
Macapat yaitu sastra berwujud puisi yang menggunakan bahasa Jawa baru dan terikat dengan aturan-aturan:
1) guru gatra, yaitu jumlah baris tiap satu bait,
2) guru lagu, yaitu jatuhnya huruf vokal di akhir baris, dan
3) guru wilangan, yaitu jumlah suku kata tiap baris.
Saputra (2001: 2) menyatakan bahwa macapat adalah puisi yang terikat oleh aturan persajakan dan mengandung laras dan lagu. Macapat tidak hanya ditemukan di daerah Jawa Tengah, tetapi juga hidup dan berkembang di Jawa Timur, Jawa Barat, Lombok, dan Bali. Di Jawa tengah ada 3 daerah berkembangnya tembang macapat dengan cengkoknya masing-masing yaitu Surakarta, Banyumas, dan Semarang yang lazim disebut dengan Surakartan, Banyumasan, dan Semarangan. Tembang macapat terdiri dari:
Mijil
Mijil berwatak cinta, prihatin. Cocok untuk memberikan pendidikan/ pengajaran, rasa cinta kasih.
Sinom
Sinom bersifat lincah, “ethes”, “canthas”. Cocok untuk melukiskan suasana kelincahan, berpidato, nasihat.
Kinanthi
Kinanthi bersifat senang, cinta kasih. Cocok untuk memberikan pendidikan/ pengajaran, rasa cinta kasih.
Asmaradana
Asmaradana berwatak sedih, cinta asmara. Cocok untuk menggambarkan hal-hal yang mengandung kesedihan cinta asmara.
Sinom bersifat lincah, “ethes”, “canthas”. Cocok untuk melukiskan suasana kelincahan, berpidato, nasihat.
Dhandhanggula
Dhandhanggula berwatak luwes, menyenangkan. Sesuai untuk mengungkapkan segala hal/ keadaan.
Pangkur
Pangkur bersifat keras, bergairah (“kereng, nepsu”), cocok untuk memberikan nasihat yang keras, cinta berapi-api, cerita hal-hal yahng bersifat keras.
Durma
Durma berwatak keras, marah, bergairah. Cocok untuk mengungkapkan kemarahan, cerita perang, perasan jengkel.
Pocung
Pocung berwatak “ gregeten kendho “, lucu agak menggelikan, sesuka hati. Cocok untuk menggambarkan hal-hal yang kurang bersungguh-sungguh, seenaknya.
Gambuh
Gambuh “sumanak, sumadulur”, kekeluargaan. Cocok untuk pengungkapan hal-hal yang bersifat keluargaan, nasihat, kependidikan yang mengandung kesungguhan hati.
Megatruh
Megatruh bersifat sedih, prihatin, “getun”, menyesal. Cocok untuk cerita yang mengandung rasa penyesalan, prihati, sedih.
Maskumambang
Maskumambang “nlangsa”, sedih, memilukan. Cocok untuk melukiskan perasaan sedih, memilukan hati.
Tembang macapat mempunyai makna yang beragam. Paling tidak ada 7 alasan karya sastra disebut macapat, antara lain:
1. Maca papat-papat, yaitu membaca dalam tiap baris dengan dipenggal tiap 4 suku kata. Contoh: ngelmu iku (4), kalakone (4), kanthi laku (4), setya budya (4), pangekese (4), du rangkara (4).
2. Manca-pat, yaitu isi tembang menceritakan tentang kejadian pada keblat papat lima pancer.
3. Manca-pat dari panca-arpat, 5 sandhangan atau guru lagu, yaitu a (legena), i (wulu), u (suku), e (taling), dan o (taling tarung), --e (pepet).
4. Maca cepet, yaitu membaca dengan irama cepat, tidak banyak luk dan kembangan suara, isi tembang dapat terdengar dengan jelas.
5. Macakep, metatesis menjadi macapat yaitu membaca lirik.
6. Maca mat, yaitu membaca dengan cermat.
7. Maca-pat, yaitu membaca tembang yang ke-4 atau tembang cilik.
http://candreswari.blogspot.com/2008/09/tentang-tembang-macapat-jawa.html