Soepratman Pemuda Pejuang
Pada tahun 1924 beliau kembali ke Jawa, mula-mula tinggal di Surabaya, kemudian di Bandung. Di Surabaya kepandaiannya dalam musik menjadi sangat maju, dan di sini beliau mulai menjadi wartawan dan membantu beberapa surat kabar. Di Bandung beliau menjadi wartawan ‘Kaum Muda’. Mulai tampak tajam penanya dengan menggambarkan isi hatinya dalam sebuah buku roman yang diberi judul ‘Gadis Desa’, dan yang diterbitkan dengan uangnya sendiri. Tetapi sayang sekali, Belanda melarang bukunya itu beredar, hingga beliau mendapat kerugian uang yang tidak sedikit jumlahnya. Itu merupakan tekanan lagi bagi jiwa yang ingin berjuang memperbaiki keadaan masyarakat.
Pada tahun 1925 beliau nikah dengan Soedjenah. Hidupnya tidak mementingkan kebendaan dunia, bahkan bertambah pula rasa kebangsaan dan cinta tanah air. Rasa yang demikian terlukis dalam lagu-Iagu kebangsaan buah ciptaannya, antara lain: Di Timur Matahari, Bendera Kita, dan lagu K.B.!. Tetapi beliau belum puas dengan lagu-Iagu yang telah diciptakan itu. Beliau ingin ada lagu kebangsaan yang lebih tepat dengan jiwa dan perjuangan bangsa Indonesia, menuju Indonesia merdeka. Maka akhirnya selesailah sebuah lagu yang diberi nama ‘Indonesia Raya’.
Lahirnya Indonesia Raya
Dalam Kongres Pemuda Indonesia ke-2 di Jakarta, tanggal 28 Oktober 1928, muncullah seorang pemuda dengan orkesnya ‘Indonesia Merdeka’ dan memperdengarkan sebuah lagu yang baru sekali bagi telinga pergerakan kebangsaan. Isi syair dan lagunya sungguh-sungguh mempengaruhi jiwa semua hadirin dalam kongres itu. Lagu itu ialah lagu Indonesia Raya ciptaan Soepratman, dan diakui sebagai lagu kebangsaan Indonesia. Lagu Indonesia Raya makin terkenal di dunia, namun sebaliknya penciptanya tidak mendapat perhatian seperti lagunya. Beliau hidup dalam kemelaratan dan kekurangan.
Detik Terakhir
Tahun 1932 Soepratman menderita sakit urat syaraf, disebabkan lelahnya karena bekerja keras. Setelah beristiraha: 2 bulan di Cimahi, beliau kembali ke Jakarta untuk mengikuti aliran Ahmadiyah. Sejak April beliau bersama kakaknya tinggal di Surabaya. Sebelumnya beliau bercerai dengan isterinya, karena kesukaran dalam hidupnya. Beliau menderita keletihan bathin, karena banyak cita-citanya yang belum tercapai. Oalam kesukaran ini beliau masih dapat menciptakan lagu ‘Surya Wirawan’ dan ‘Mars Parindra’. Secara mendadak beliau jatuh sakit dan lalu meninggal dunia pada tanggal 17 Agustus 1938. Sehari sebelum wafatnya beliau berpesan kepada Nji Rakijem agar lagu’ Indonesia Raya diserahkan kepada Badan Kebangsaan untuk disiarkan. W. R. Soepratman telah kembali ke haribaan Tuhan dalam usia yang masih sangat muda (35 tahun). Saat jenazahnya diberangkatkan ke makam, hanya beberapa kawannya yang mengiringi. Beliau tidak begitu diperhatikan oleh masyarakat bangsa kita pada waktu itu. Jenazahnya dimakamkan di Surabaya.
Soepratman, seorang pencita ulung, seorang seniman, dan seorang pejuang, telah meninggalkan kita selamanya. Badan kasarnya telah kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi dan tetap berada ditengah-tengah bangsa kita, rela sejiwa dengan bansa Indonesia dan akan tetap bergelora sampai akhir zaman. Marilah setiap saat kita memperinati lagu kebangsaan Indonesia Raya itu, kita berdo’a sekhidmat-khidmatnya untuk arwah W.R. Soepratman, mengenang jasa serta segala pengorbanan yang telah diberikannya untuk kebahagiaan Nusa dan Banga.
Dikutip oleh GEMA dari Buku Kenang-Kenangan 10 Tahun Kabupaten Madiun halaman 168 s/d 171
SUMBER : http://denagis.wordpress.com/2008/10/25 ... ahmadiyah/
http://islamireligius.blogspot.com/2009 ... nyata.html
http://www.tambooks.com/si/18608.html