1. Pendahuluan
Setiap orang mendambakan tempat tinggal yang aman dan nyaman. Tempat tinggal yang aman adalah tempat tinggal yang antara lain tidak akan terganggu oleh peristiwa alam seperti longsor, banjir, dan gempa bumi. Oleh karena itu isu tentang kehadiran tanda-tanda, baik sebagai hasil atau pun gejala peristiwa alam tersebut; termasuk struktur geologi; bisa meresahkan masyarakat.
Struktur geologi yang dimaksud di sini adalah struktur yang terbentuk setelah batuan terbentuk dan merupakan hasil deformasi akibat gaya yang bekerja pada batuan dalam waktu yang panjang. Deformasi pada batuan dan kulit bumi dapat berlangsung baik secara rapuh (brittle) ataupun secara menerus (ductil). Struktur-struktur yang dihasilkan dapat berupa kekar (joint), sesar (fault), lipatan (fold), foliasi (foliation), dan liniasi (lineation). Kehadiran kekar, sesar dan foliasi pada batuan bisa memperlemah kekuatan (strength) batuan, sedangkan pergeseran sesar (tektonik) dapat menimbulkan gempa bumi, tsunami, ataupun perubahan topografi sehingga suatu daerah pantai bisa tenggelam ataupun di tempat lain terjadi tanah longsor yang bisa bisa membentuk bendung alam suatu aliran sungai sehingga mengakibatkan banjir. Itu semua boleh dikatakan merupakan proses alam biasa, tetapi jika sudah ada unsur manusia di dalamnya, termasuk infrastruktur, maka barulah hal tersebut disebut bencana. Di dalam manajemen bencana, usaha untuk meminimalkan dampak negatif suatu peristiwa dimasukkan sebagai usaha mitigasi.
Di dalam tulisan ini akan ditinjau proses yang ada di permukaan bumi, setelah itu akan dibahas struktur geologi kekar dan sesar yang merupakan bagian dari proses asal dalam, serta kaitannya dengan bencana alam gempa bumi dan tsunami, gerakan tanah, banjir, serta letusan gunung api yang merupakan bencana geologi.
2. Proses di Permukaan Bumi
Permukaan bumi merupakan wilayah interaksi antara proses yang berasal dari dalam bumi (proses pembentukan batuan dan struktur geologi) dengan proses asal luar (siklus hidrologi, angin, dan iklim). Hasil dari interaksi tersebut di permukaan bumi dijumpai kenampakan gunung, bukit, lembah, tebing yang curam, dataran luas, plateau, yang biasa disebut sebagai bentang alam. Klasifikasi bentang alam secara umum didasarkan kepada kelerengan dan letak ketinggiannya (diukur dari muka laut).
Muka air laut dianggap sebagai batas ekuilibrium; jika berada di atas muka air laut cenderung akan terjadi erosi, sedangkan dibawah muka air laut akan terjadi sedimentasi. Lereng sebagai salah satu kenampakan penting di dalam bentang alam, didalam waktu yang panjang akan berevolusi dan material permukaan pada lereng akan bergerak turun karena gaya gravitasi.
Faktor-faktor dinamik proses pembentukan bentang alam dapat dibedakan menjadi faktor pasif dan faktor aktif. Faktor pasif berkaitan erat dengan keadaan lapisan bawah permukaan dan produknya di bagian permukaan. Hal ini sangat dipengaruhi oleh jenis litologi (batuan), kemiringan perlapisannya (perlapisan tegak, miring ataupun mendatar), strukturnya (banyak terdapat rekahan), dan posisinya di dalam bentang alam (pada lembah, tebing ataupun puncak).
Faktor aktif berkaitan erat dengan agen erosi, yaitu: iklim, tektonika aktif (gempa bumi), dan perubahan sudut kelerengan,serta proses biologi.
Akibat kombinasi unsur-unsur di kedua faktor tersebut, batuan akan mengalami degradasi menjadi tanah. Peristiwa ini biasa disebut sebagai pelapukan (weathering). Pelapukan dapat berlangsung secara fisis maupun kimiawi. Akibat pelapukan daya kohesi batuan menjadi berkurang dan jika tanah tersebut berada pada suatu lereng, dan akibat gaya gravitasi, maka akan bergerak ke bawah, baik secara perlahan (creeping) ataupun cepat (sliding). Selanjutnya oleh agen transport (air ataupun angin) tanah tersebut diangkut ke tempat yang lebih jauh sebagai sedimen
Secara umum, setiap daerah memiliki kondisi geologi yang unik, yaitu: sejarah, struktur atau kehadiran bidang diskontinyu, dan heteroginitas pada batuan atau tanah yang berbeda-beda sehingga ekstrapolasi jarang dapat dilakukan secara umum.
Menurut Campy & Macaire (1989), sebagian longsoran berada di daerah longsoran purba yang mengalami reaktivasi secara periodik akibat kondisi eksternal yang luar biasa Dimensi unsur geologi juga mempengaruhi dimensi longsoran, semakin besar dimensi unsur geologi yang terlibat akan cenderung semakin besar cakupan gerakan tanah.
Dari tinjauan di atas tampak bahwa struktur geologi hanyalah salah satu unsur geologi yang berperan di dalam kejadian bencana tersebut.