@big2besar:
"Menentukan siapa yang berhak mendapatkan gelar pahlawan nasional, kita harus melihatnya secara nasional bukan seperti misalnya.. seorang bapak yang berjuang mencari nafkah untuk keluarganya, dianggap sebagai pahlawan bagi keluarganya, tapi bagi tetangganya bukan pahlawan, artinya jasa-nya hanya dirasakan untuk keluarganya saja, dalam kaca mata nasional, seseorang ber-hak menerima gelar pahlawan nasional harus berjasa secara nasional."
aturan nya gak gitu non, kita gak boleh ngarang sendiri..
seseorang yg dicalonkan dari daerah setempat, gak etis dong kalo dinilai orang dari daerah lain..
contohnya: Pattimura berjasa apa untuk masyarakat Madura?
P.Diponegoro, berjasa apa untuk daerah Aceh?.. juga Teuku Umar apa perjuangannya untuk Jawa Tengah?
kan aneh..? kalau orang dari propinsi lain dimintai pendapatnya.. pasti semua menolak !!
Ali Sadikin, oke-lah berjasa tapi buat siapa ? rakyat Kalimantan atau rakyat Papua tidak merasakan..
Soeharto, bolehlah dianggap berjasa melepaskan Indonesia dari belenggu komunis tapi setelahnya apa ? demokrasi dikebiri, penculikan dan pembunuhan, pembodohan masal dsb.....
Gus Dur mendobrak kesenjangan politis, oke beliau memang berhasil, tapi apa saya, kamu dan kita merasakannya ? hanya sebagian yang merasakan yaitu para badut-badut politik..
Gelar pahawan nasional hanya bisa diberikan kepada orang yang benar-benar berjasa bagi negara dan bangsa artinya mulai dari akar rumput sampai para elite politik semuanya merasakan keberadaannya.
kalau menurut "aturan" yg anda buat, bisa dipastikan tidak akan ada Pahlawan Nasional..
karena mereka memang berjuang cuma didaerahnya.. bahkan tidak sampai melintasi propinsi..
tolong berikan saya contoh.. siapa Pahlawan Nasional yg berjuang diseluruh Propinsi??
derah lain mengenal mereka, karena mereka dibuang Belanda.. bukan karena perjuangannya sampai sana..
Analisis saya :
Soeharto, secara politis ada kemungkinan diberikan gelar pahlawan untuk menyenangkan lawan-lawan politik sekaligus senjata untuk menyerang pemerintahan sekarang.
Gus Dur, secara politis ada kemungkinan diberikan gelar pahlawan selain untuk menyenangkan hati lawan-lawan politiknya selain itu akan mendapatkan dukungan politik dari warga NU.
Jadi keputusan pemberian gelar pahlawan nasional hanya berdasarkan pada asas kepentingan politis. Sekarang ini tidak ada gelar pahlawan nasional yang ada pahlawan kesiangan.
berarti analisis anda sangat keliru !!
silahkan dicari referensinya.. tentang tata cara penentuan Pahlawan nasional dsb..
semua sudah ada aturan yg baku.. bukan karangan SBY.. bukan karangan politisi..
selama masih ada kedaulatan Negara, selama ada yg tertindas dan merdeka..
selama itu pula akan muncul Pahlawan-pahlawan baru.. yg hebat..
jangan terlalu apriori dengan tata cara pemerintah menentukan kriteria kepahlawanan..
setiap era setiap zaman.. akan selalu ada Pahlawan..
Tuhan mengajarkan kita untuk menghargai sekecil apapun jasa seseorang..
pahala dan dosa punya hitungan sendiri-sendiri.. jangan dicampur adukkan..
sebuah dosa tidak akan otomatis mengikis sebuah pahala..
itulah sebabnya Tuhan menugaskan Malaikat yg berbeda untuk mencatatnya..
apakah anda tidak percaya itu?
kalau anda percaya.. jangan sekali-sekali mengecilkan jasa seseorang..
hanya karena belakangan perangainya berubah !
seorang ibu yg telah membesarkan anaknya dengan darah dan air mata, pantaskah dihujat?
hanya karena dia diceraikan suaminya karena serong dengan orang lain?
apakah anaknya harus membenci dan mencacinya, hanya karena dia menjadi seorang pencuri ??
haruskah gugur semua pengorbanannya, karena belakangan dia bermoral jelek?
pantaskah kita ikut mencibirnya: "wanita busuk, wanita tak berguna, wanita laknat" ??
dengan serta merta menghapus semua pengorbanan besar yg telah dilakukannya..