Pernikahanku dengan Sadewo berlangsung sangat meriah, semua temanku juga sahabat Sadewo hadir untuk mengucapkan selamat kepadaku. Begitu juga dengan kerabat dan keluarga besar masing-masing mempelai, semua hadir untuk ikut bersuka ria memeriahkan resepsi pernikahan sekaligus beramah tamah antar keluarga.
Acara malam pertamapun berlangsung lancar walau ada sedikit ‘gangguan’, karena aku sama sekali tidak memiliki pengetahuan tentang bagaimana seharusnya perempuan bersikap terhadap suaminya di atas ranjang. Namun keadaan itu tak berlangsung lama, karena sekian menit kemudian naluri dan hasrat keperempuananku mengambil alih rasa malu dan grogi. Dan terus terang malam itu Sadewo sangat bekerja keras untuk mengimbangi gelora birahiku yang demikian hebat.
Demikian juga pada malam-malam berikutnya, kami sama-sama mampu melepaskan hasrat yang telah terpendam sejak lama. Bahkan tak jarang dalam satu kali ‘permainan’ aku mengalami berkali-kali orgasme yang membuatku mengerang dan bergerak liar, mendesak-desakan tubuhku kedalam pelukan hangat Sadewo, sebelum akhirnya kami berdua terkulai lemas di atas ranjang yang telah berantakan.
Selama kurang lebih lima bulan, kami merasakan masa-masa indah dalam kehidupan rumah tangga. Tidak sekalipun pertengkaran atau perselisihan terjadi diantara kami. Sebelum akhirnya muncul satu dua batu sandungan yang membuat kami bisa saling berdiam diri selama berhari-hari dan saat-saat itu adalah saat paling menyebalkan dalam kehidupan rumah tanggaku.
Kelemahan-kelemahan Sadewo memang baru terlihat, setelah kami menjalani bahtera rumah tangga. Sadewo yang aku kenal sangat penyabar, penyayang, penuh perhatian ternyata hanya bertahan beberapa bulan saja, selebihnya Sadewo adalah seorang yang amat egois, pasif, dan lebih senang menyendiri dan cenderung kekanak-kanakan jika menghadapi sebuah masalah. Mungkin karena Sadewo anak tunggal dan masih sangat muda.
Jika sudah begini, aku hanya ikut berdiam diri sehingga keadaan jadi bertambah pelik. Padahal jika kulihat masalah yang kami hadapi sangatlah sepele. Tapi untunglah ada ayah mertuaku yang selalu memberikan nasehat-nasehat berharga buat kami berdua, sehingga pertengkaran tidak sampai membuat kami merencanakan hal-hal yang mengarah ke jurang perceraian. Hal terburuk memang tak terjadi pada perkawinan kami, namun hal yang lebih buruk ternyata telah mengintai dan sedikit demi sedikit mengikis rasa cintaku terhadap Sadewo.
Adalah pesona ayah mertuaku yang kemudian menggantikan posisi Sadewo dalam keseharianku sebagai seorang ibu rumah tangga. Karena Ayah lebih bisa mengerti akan perasaan dan keinginanku. Jika masalah sudah muncul ayah pasti hadir untuk menghibur dan memberi nasehat kepadaku, hingga membuat aku merasa lebih damai jika dekat dengan ayah.
Celakanya perasaan damai tersebut akhirnya berkembang menjadi perasaan sayang dan cinta, karena aku saat ini ternyata lebih memerlukan kehadiran ayah mertuaku dari pada suamiku, baik saat aku dalam kesulitan maupun saat aku membutuhkan kehangatan seorang laki-laki. Aku sendiri baru menyadari jika ayah mertuaku masih cukup muda dan gagah dalam penampilannya, atau mungkin karena aku terlanjur mengaguminya, entahlah.
Yang pasti, awalnya ayah memang menghindar dari pancingan-pancinganku. Namun aku tahu pasti, bahwa ayah juga laki-laki normal yang masih muda dan pasti memiliki hasrat yang sama dengan laki-laki pada umumnya. Dan umpanku akhirnya termakan juga olehnya, hal yang hampir dua bulan ini aku harapkan.
Awalnya ketika aku baru saja selesai mandi, sementara Sadewo telah berangkat ke kantor. Karena masih mengenakan handuk yang hanya menutupi separuh tubuhku, ayah menatapku dengan pandangan mata yang lain dari biasanya. Aku sempat tertegun dengan tatapan itu, namun sedetik kemudian justru aku yang memanfaatkan keadaan itu. Setelah sampai dalam kamar, dengan alasan pintu lemari yang kerap terbuka, aku meminta ayah untuk menolongku.
Dan saat itulah kesempatan muncul, setelah ayah berada dalam kamar, dengan sengaja aku melepaskan handuk yang melilit tubuhku, hingga tubuhku yang setengah telanjang dan masih agak basah terlihat jelas dihadapannya. Dan tanpa aku duga, ayah langsung menubruk dan memeluk aku seraya menciumi seluruh tubuhku. Dan selanjutnya terjadilah perbuatan yang seharusnya tidak kami lakukan.
Sejak saat itu, ketika Sadewo tidak berada di rumah, ayah selalu menggantikan posisi anaknya dan anehnya aku merasa sangat bahagia dengan perselingkuhan ini. semakin hari perasaan sayangku terhadap ayah mertuaku semakin berkembang dan sulit untuk aku musnahkan. Padahal aku sangat sadar bahwa hal ini akan berakibat sangat mengerikan di masa mendatang, namun aku sampai saat ini tak bisa berbuat apa-apa, haruskah aku menceraikan Sadewo dan menikahi ayah mertuaku.