Tak pernah dijajah
Tragedi berdarah di Buol yang menewaskan delapan orang dan puluhan lainnya luka-luka adalah peristiwa paling buruk dalam sejarah Kabupaten Buol.
"Selama ada gejolak di daerah ini, belum ada darah yang tumpah ke bumi dan nyawa yang melayang sia-sia," kata Raja Buol XII Ibrahim Turungku.
Dia menambahkan, "Di sini sering ada demo, tapi tidak sampai seperti ini. Peristiwa ini paling buruk selama Buol ini ada."
Lain daerah lain pula adat istiadatnya. Begitu juga Buol. Kekerabatan dan kekeluargaan masyarakat Buol sangat kental sebab asal muasal Buol hanya satu rumpun.
Tidak ada subetnis di Buol. Jika etnis Bugis menyebut "ibu" dalam beragam nama, seperti indo, emma, dan mama, maka di Buol sebutan "ibu" hanya satu, `tiina.`
"Ini yang membuat kami kuat," kata Ibrahim.
Selain mengenal sistem pemerintahan, masyarakat Buol juga masih kental dengan sistem kerajaan. Kerajaan Buol sudah ada sejak 15 Agustus 1858. Raja pertamanya bernama Mohammad Noer Aladin. Sekarang Buol dipimpin raja ke-12.
"Catatan Kerajaan Buol yang ada di tangan kami ini difotokopi dari Netherland (Belanda)," kata Ibrahim.
Menurut Ibrahim, etnis Buol tidak pernah dijajah Belanda. Memang ada Belanda di Buol, tapi tidak berhasil menjajah. Kerajaan Buol tidak mau dijajah sehingga Belanda mengajak masyarakat Buol bekerjasama membangun daerah itu.
"Kami tidak pernah dijajah. Tapi kami bekerja sama, buktinya istana raja ini dibikin oleh Belanda," kata Ibrahim.
Abd Razak M Razak, tokoh muda terdidik Buol mengungkapkan, karakter masyarakat Buol sangat terbuka.
Puncak ketidakadilan
"Sepanjang kami tidak diinjak, welcome," kata Razak.
Dia menilai, tragedi Buol adalah bentuk perlawanan rakyat atas berbagai masalah dan ketidakadilan.
Menurut Razak, konflik vertikal di Buol saat ini adalah akumulasi kekecewaan masyarakat dari berbagai masalah yang selama ini terpendam, seperti diskriminasi penanganan unjuk rasa, arogansi aparat keamanan, dan tindakan-tindakan negatif lainnya seperti kompensasi uang dari pelanggaran lalu lintas.
"Sudah jadi rahasia umum, `sweeping` sepeda motor di sini kompensasinya Rp50 ribu tiap satu pelanggaran," kata Razak.
Kapolda Sulteng, Brigjen Pol Muh Amin Saleh mengatakan, akan bertindak tegas dan objektif sesuai fakta-fakta di lapangan.
"Sampai sekarang kita masih kumpulkan bukti-bukti," kata Amin Saleh.
Kasus Buol, menurut Kapolda, dibagi dalam tiga kategori kejadian yakni tewasnya tahanan di Polsek Biau, warga yang meninggal karena tertembak, dan penembakan pada 1 September 2010.
Begitu juga dengan materi pelanggaran. Pelanggaran dalam tragedi Buol terdiri atas pelanggaran disiplin, kode etik, dan pelanggaran pidana.
Hingga hari keempat setelah bentrokan, baru seorang polisi berpangkat brigadir yang disebut mengarah pelanggaran pidana.
Tragedi berdarah di Buol ini pecah setelah Kasmir Timumun meninggal di tahanan Polsek Biau, Senin 30 Agustus.
Polisi mengklaim Kasmir meningal karena bunuh diri, namun rakyat tidak percayainya dan menuduh polisi menganiayanya karena di tubuh korban ditemukan luka-luka memar dan mulutnya tersumpal kertas.
Ribuan warga kemudian berunjukrasa ke Mapolsek Biau Selasa (31/8), namun mereka dihadang polisi dan anggota Brimob bersenjata otomatis.
Polisi-polisi ini melepaskan tembakan dengan alasan membubarkan massa dan mempertahankan diri dari serbuan warga.