Malaysia Minta Tebusan Rp2,8 M
28 Agustus 2010
JAKARTA ( RP)- Ternyata ada enam nelayan Indonesia yang ditahan Polisi Diraja Malaysia sejak 9 Juli lalu. Jika keenam nelayan itu ingin bebas, polisi dari negeri jiran itu mematok harga 1 juta Ringgit (sekitar Rp2.850.000.000 dengan kurs Rp2.850 = 1 Ringgit).
Indikator itu membuktikan bahwa hubungan diplomatik poros RI-Malaysia bertepuk sebelah tangan. Ketika Menlu RI, Marty Natalegawa dengan mudah melepas pencuri ikan asal Malaysia, pemerintah negeri jiran justru mempersulit pembebasan nelayan RI.
“Data itu baru kami terima dan sedang diproses. Saya masih berkordinasi dengan Pak Teguh (Direktur Perlindungan WNI dan BHI Kemenlu, red),” ujar juru bicara Kemenlu, Teuku Faizasyah ketika dihubungi di Jakarta Jumat (27/8) malam.
Seperti diberitakan, enam nelayan asal Langkat ditahan di Kedah, Malaysia. Mereka dituduh menerobos tapal batas perairan Selat Malaka yang berbatasan dengan dengan Malaysia. Menurut keterangan, keenam nelayan itu antara lain, Zulham (40), Ismail (27), Amat (24), Hamid (50) Syahrial (42) dan Mahmud (42).
Mereka berasal dari Kelurahan Berandan Timur dan Kelurahan Sei Bilah, Kecamatan Berandan Timur, Kabupaten Langkat. Keenamnya melaut sejak 9 Juli lalu dan ditangkap Marine Police Malaysia (MPM). Hingga kini mereka meringkuk di sel tahanan wilayah Kedah, Malaysia.
Faiza yang juga menjabat juru bicara Presiden bidang hubungan internasional itu mengakui data terkait penangkapan nelayan itu baru diketahuinya.
Menurut Faiza, Kemenlu segera menindaklanjuti laporan itu secepatnya dan akan berkomunikasi dengan kantor perwakilan RI di Malaysia. “Laporan itu telah kami terima dan langsung kami proses. Untuk saat ini proses masih berjalan. Jadi saya belum bisa memberikan banyak pernyataan,” ujar Faiza.
Secara terpisah, Direktur Perlindungan WNI dan BHI, Kemenlu, Teguh Wardoyo mengatakan telah mengantongi nama-nama para nelayan itu. Dia mengaku memang tidak pernah mendapat laporan terkait penahanan nelayan RI itu.
Setelah mendapat informasi dari media massa, dia kini masih berkoordinasi dengan pihak kementerian terkait dan kantor perwakilan di Malaysia. “Saat ini masih kami cek langsung ke Kedah. Benar tidaknya informasi itu akan kami update kepada anda,” ujar Teguh.
Dalam keterangan kepada JPNN, Yusnaini (31) istri salah satu nelayan bernama Zulham mengaku mengetahui suaminya ditahan Polisi Diraja Malysia dari seorang TKI asal Langkat yang menjemput keenam nelayan di penjara Kedah.
Saat itu, TKI tersebut mengirim foto keenam nelayan untuk ditunjukkan kepada pihak keluarga. Menurut keterangan TKI tersebut, Polisi Diraja Malaysia meminta pembayaran denda mencapai 1 juta Ringgit.
“Kalau suami kami ingin bebas, harus membayar denda mencapai 1 juta ringgit,’’ kata Yusnaini. Hal tersebut juga dibenarkan Lisa (23) istri nelayan lain. Presidium Kesatuan Nelayan Tradisonal Kabupaten Langkat Tajjudin Hasibuan, mengonfirmasi bahwa keenam nelayan tersebut mencari ikan di wilayah perairan Indonesia. Tepatnya, di kawasan Batu Putih, 2 mil laut sebelum perbatasan Malaysia-Indonesia.
Secara terpisah, Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) M Riza Damanik mengatakan bahwa berlarut-larutnya pembebasan nelayan tradisional Langkat ini kian mempertegas lemahnya diplomasi RI.
“Bayangkan, sudah sejak 1 bulan 18 hari nelayan tanpa perlindungan hukum. Padahal, UUD 1945 Pasal 28D ayat (1) menjamin hak-hak keenam nelayan tersebut,’’ kata dia. Menurut Riza, Presiden dan jajarannya kementerian seperti Menteri Kelautan dan Perikanan, Menteri Luar Negeri, dan Dubes RI untuk Malaysia serta aparat terkait lainnya tidak punya alasan untuk tidak bertindak melepaskan warga.
Dia kemudian mengutip UUD 1945 Pasal 28D ayat (1) yang mengamanatkan setiap WNI berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. Sehingga, mestinya nelayan tradisional yang ditangkap tak perlu berhari-hari dan berbulan-bulan berada di tahanan negara lain.
“Jika diplomasi pemerintah dilakukan dengan sungguh-sungguh, mereka tidak perlu mengalami hal seperti itu. Ironisnya, keluarga keenam nelayan tersebut baru mengetahui informasi keberadaan kepala keluarga mereka dari TKI.
Pertanyaannya, apa yang dilakukan oleh pemerintah, khususnya Dubes Indonesia untuk Malaysia,” sesalnya. Riza mengatakan, baik pemerintah Malaysia maupun Kedutaan RI di Malaysia tidak memberikan informasi terkait status keenam nelayan asal Sumatera Utara tersebut. Hal itu berbeda 180 derajat dengan kebijakan bersama yang ditempuh Menteri Kelautan dan Perikanan dan Menteri Luar Negeri saat melepas tujuh pencuri ikan asal Malaysia.
(bersambung)