Internet RI Aman Gangguan Malaysia?

Jakarta - Penangkapan petugas DKP oleh Malaysia menyebabkan pembajakan situs negara tetangga itu oleh warga RI. Tapi apakah infrastuktur internet RI bisa bertahan jika warga Malaysia melakukan serangan serupa?
Pengamat Telematika Abimanyu Wachjoewidajat menilai perang cyber yang dilakukan warga masyarakat dua negara tidak akan mengenal menang atau kalah. Di dunia cyber yang hancur bukan koloni, tapi hanya satu server saja yang rusak.
Jika tampilan halaman situs sudah diubah atau datanya dirusak, maka tinggal di-restore dan seolah tidak terjadi apa-apa. “Kalo di dunia virtual dampak terburuk yang paling ditakuti dan berbahaya adalah pindahnya data kita ke pihak yang menyerang,” katanya di Jakarta, kemarin.
Abimanyu mengatakan, untuk melakukan pertahanan di dunia maya, Indonesia tidak harus menyiapkan pertahanan secara nyata. Saat membuka diri di dunia internet, maka Indonesia harus sudah siap didatangi oleh pihak lain.
“Tinggal kita siap-siap saja orang itu punya niat baik atau jahat ini. Pemerintah tidak dapat melakukan tindakan preventif, setiap individulah yang harus siap. Jadi lebih baik bikin daftar blacklist IP yang sering melakukan kejahatan daripada memblokir IP yang porno-porno saja. Tapi kalau penyerangnya pintar dia akan masuk dari IP lain,” katanya.
Pakar Hubungan Internasional Universitas Parahyangan Sukawarsini Djelantik mengatakan permusuhan antarwarga Indonesia dan Malaysia di interner tidak berpengaruh besar. Diplomasi cyber disebut sebagai diplomasi modern dan ranahnya lebih ke publik, orang ke orang, penduduk ke penduduk dan pengaruhnya tidak besar.
“Kalau ditanya pengaruh ke pemerintah atau tidak, itu sedikit sekali. Ketika kasus di Australia di mana di ranah orang awam ada demo sampai bakar-bakaran tapi di tingkat formal, suasana tetap cool,” imbuhnya.
Ia menambahkan meskipun ada tuntutan memutuskan hubungan diplomatik ketika itu dengan Australia, tapi di tingkat pemerintah masih bisa mempertahankan hubungan dan tidak terpengaruh oleh apa yang terjadi pada orang awam.
“Kalau diplomasi dewasa tidak akan terpengaruh hal-hal seperti itu, karena kalau terpengaruh maka akan menjadi counter-productive, kalau benar memutuskan hubungan dengan Malaysia nantinya Indonesia rugi juga, sama-sama rugi,” katanya.
Lalu apakah diplomasi cyber bisa memperkuat posisi RI? Sukawarsini menilai jika dilakukan dengan emosi malah tidak bisa dilihat siapa yang lebih kuat. Namun jika memandangnya secara moderat, justru akan menjadi kemenangan Indonesia.
“Tapi itu kan susah, publik maunya yang cepat, sementara diplomasi perlu waktu dan perlu upaya yang terus- menerus. Kalau ngomongin sakit hati kepada Malaysia tentunya kita akan langsung melakukan hal yang sama kepada mereka,” katanya.
Lalu apakah Indonesia bisa bertahan jika terlibat perang cyber dengan Malaysia? Abimanyu Wachjoewidajat menilai kemampuan hacker Indonesia bagus sekali, dan Malaysia juga sering sekali diserang.
Tapi serangan seperti itu sebenarnya bukan sesuatu yang luar biasa. “Menurut saya penyerangan antarhacker semacam ini termasuk serangan banci, karena sifatnya selalu menyerang yang lemah. Begitu juga Malaysia, mereka menyerang server Indonesia yang lemah,” katanya.
Ia menambahkan biasanya penyerang tidak pernah menargetkan satu server berulang kali. Penyerang akan mencari server lain yang lemah dan mengusasainya begitu juga sebaliknya. Oleh karena itu perang semacam itu tidak akan pernah selesai.
Ia menambahkan Kementerian Kominfo atau ID-SIRTII bisa membuat kontak center sehingga jika ada serangan dan diketahui IP-nya bisa langsung dilaporkan dan diblok. Yang kedua, Kominfo mengirimkan edaran pentingnya admin untuk mempelajari level security.info