4. Inkarnasi Allah: Sebuah Misteri Ilahi
Indonesia kaya dengan mitos dan legenda. Salah satu mitos dan legenda yang terkait dengan kepercayaan masyarakat adalah dewa/dewi yang turun ke bumi, berubah wujud menyamarkan dirinya menjadi manusia. Pertanyaannya sekarang adalah apakah inkarnasi Allah sama seperti tindakan para dewa/dewi?
Inkarnasi berasal dari kata Latin, incanatio (“in” : masuk ke dalam; “caro/carnis”: daging). Secara bebas kata ini bisa kita artinya: “masuknya Allah ke dalam daging manusia dalam diri Yesus Kristus. Inilah yang tertulis dalam Yohanes 1: 1, 14 “Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah… Firman itu telah menjadi manusia, dan diam diantara kita, dan kita telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepada-Nya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran.”
Hal inilah yang menunjukkan perbedaan antara tindakan dewa/dewi yang menyamar menjadi manusia dengan inkarnasi Allah. Allah tidak menyamar dengan mengenakan tubuh manusia. Allah tidak kelihatannya seperti manusia. Tetapi Allah sungguh-sungguh menjadi manusia. Salah satu ciri bahwa Allah menjadi manusia yaitu Yesus melalui proses kelahiran yang berasal dari kandungan seorang anak dara bernama Maria; sebuah proses yang lazim bagi kehadiran manusia. Selain itu Yesus hidup dan bertumbuh seperti layaknya manusia. Beberapa catatan Alkitab mengemukakan bagaimana Yesus bertumbuh besar secara fisik dan rohaninya (Luk. 2: 53). Dia makan bersama murid-murid-Nya. Dia menangis (Yoh. 11). Dia mengalami ketakutan (Luk. 22: 44).
Namun harus diakui inkarnasi Allah ini tidak seluruhnya dapat kita pahami. Wajar saja manusia adalah mahluk ciptaan yang sangat terbatas. Sebab Allah adalah pencipta yang maha tidak terbatas. Jelas tidak mungkin bagi manusia memahami Allah sejelas-jelas dan selengkap-lengkapnya. Kita yang berusaha merasionalkan Allah (dalam arti berusaha memahami Allah dengan mengandalkan rasio) akan kecewa.
Salah satu yang menjadi misteri Ilahi adalah catatan yang ditulis dalam beberapa kitab Injil; yakni Matius 1: 20 “…sebab anak yang di dalam kandungannya adalah dari Roh Kudus”; Lukas 1: 35 “…Roh Kudus akan turun atasmu…”. Dua catatan ini yang kemudian dalam rumusan Pengakuan Iman kita dinyatakan sbb.: “…dikandung daripada Roh Kudus, lahir dari anak dara Maria…”
Ketika kita mencoba merenungkan apa yang tertulis dalam kedua kitab Injil tadi, kita memang dapat menyaksikan bahwa Yesus bukan hanya manusia saja; tetapi Dia juga adalah Allah karena proses kelahiran-Nya tidak lepas dari Allah. Disinilah kita memahami bahwa Yesus adalah sungguh-sungguh Allah dan sungguh-sungguh manusia; Allah 100% dan manusia 100%. Bukan setengah Allah dan setengah manusia.
Tetapi jangan pernah berpikir bahwa proses kehadiran-Nya sebagai manusia melalui proses persetubuhan antara Roh Kudus dengan Maria, seperti layaknya kehadiran anak dalam keluarga melalui proses persetubuhan pria dan wanita. Inilah yang menjadi misteri Ilahi yang terus terang sulit untuk dijelaskan secara rasio. Namun hal ini tidak mengurangi kepercayaan terhadap inkarnasi Allah. Kita harus mengakui bahwa ketika berbicara tentang Allah, tidak seluruhnya kita bisa jelaskan dan mengerti secara rasio; diperlukan sisi lain yang amat kuat yaitu kita menerimanya secara iman.
5. Penutup: Allah yang Menyertai Manusia
Kita baru saja merayakan Natal. Sesungguhnya saat itulah kita merayakan inkarnasi Allah. Allah menjadi manusia yang menunjukkan kepada kita betapa sayangnya Allah kepada kita, manusia. Dia turun tangan langsung karena manusia tidak bisa menye lamatkan dirinya sendiri. Allah peduli dengan kehidupan kita.
Selain menunjukkan kasih Allah, peristiwa inkarnasi Allah memberikan kita keyakinan iman bahwa:
1. Allah yang kita sembah bukanlah Allah yang jauh, yang tidak bisa dijangkau oleh manusia. Karena Dia adalah Allah yang menjadi manusia, maka Dia menjadi dekat dengan manusia, yang dapat dijumpai kapan saja dan dimana saja, kita ingin menjumpainya.
2. Allah yang kita sembah adalah Allah yang memahami dan mengerti segala pergumulan kita. Dia turut merasakan apa yang kita rasakan, menanggung apa yang kita tanggung, termasuk penderitaan kita karena Dia sudah terlebih dahulu menderita untuk kita (lih. Ibr. 4: 15 “Sebab Imam Besar yang kita punya, bukanlah imam besar yang tidak dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan kita, sebaliknya sama dengan kita, Ia telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa.”). Karena itu kita mengenal Allah kita pun sebagai sahabat yang bersimpati dan berempati terhadap kita.
Kedua hal ini kiranya dapat menjawab pertanyaan kritis di depan mengapa Allah mau turun menjadi manusia? Dia pakai cara ber-inkarnasi agar dekat dan mengerti kehidupan manusia, ciptaan-Nya yang sempurna namun kehilangan kemuliaan Allah karena dosa. Dia memang bisa menyelamatkan manusia dari tempat-Nya yang tinggi, namun hal ini tidak akan pernah membuat manusia merasa dekat dengan-Nya. Inkarnasi Allah juga membuat kita yakin bahwa Allah kita adalah Allah yang selalu hadir memberikan kekuatan kepada kita untuk melawan dosa.
Hal inilah yang menandai bahwa Dia adalah Allah yang menyertai manusia. Immanuel.
--------------------------------------------
Andar Ismail, Selamat Natal, BPK Gunung Mulia, h. 4-5, 1992
Rumusan tersebut berasal dari Pengakuan Iman Rasuli. Rumusan yang sama juga terdapat dalam Pengakuan Iman NIcea-Konstantinopel, yaitu “…dan menjadi daging oleh Roh Kudus dari anakdara Maria, dan menjadi manusia…”
Sumber : http://www.sahabatsurgawi.net/bina%20im ... rnasi.html
(Nantikan Seri Pembinaan selanjutnya!)