Pengantar
Rentetan musibah yang terjadi belakangan ini memunculkan tanya: Kenapa ada penderitaan? Sebegitu burukkah dunia ini?
Pertanyaan tersebut sebetulnya sudah klise. Artinya sejak zaman baheula orang sudah bertanya-tanya soal penderitaan itu. Sebab realitas penderitaan memang bukan sesuatu yang baru dikenal manusia. Dari zaman ke zaman, dari generasi ke generasi manusia selalu harus berhadapan dengan penderitaan; entah karena bencana alam, sakit penyakit, atau juga kematian.
Bisa dikatakan penderitaan – seperti halnya kegembiraan – adalah bagian yang inheren dalam hidup manusia di dunia ini.
Buletin pembinaan kali ini akan menyoroti soal penderitaan. Sekaligus ini sebagai pengantar dari Seri Pembinaan Iman Kristen (SPIK) mendatang yang akan mengupas soal penderitaan dalam kaitan dengan iman Kristen.
Selamat membaca.
Penderitaan dan Peran Serta Tuhan.
Apa peran serta Tuhan dalam penderitaan manusia? Ada yang menjawab: Penderitaan adalah ujian dari Tuhan, seperti orang yang mau naik kelas harus melewati ujian. Ada juga yang menjawab: Penderitaan adalah hukuman dari Tuhan.
Dengan musibah Tuhan hendak “menjewer” manusia agar kembali ke jalan yang benar.
Namun masalahnya, kalau betul musibah itu adalah ujian dari Tuhan, setelengas itukah Tuhan; menguji dengan mengorbankan begitu banyak orang?!! Dan kalau itu hukuman dari Tuhan, lalu siapa yang bersalah siapa yang dihukum?
“Di mana Tuhan?” Pertanyaan ini kerap muncul ketika seseorang berhadapan dengan realitas penderitaan. Pertanyaan ini bisa merupakan ungkapan ketidakberdayaan bisa juga merupakan “gugatan” terhadap Tuhan.
Bagi umat Israel dalam Perjanjian Lama penderitaan adalah ketika Tuhan meninggal kan dan melupakan mereka. “Sion berkata: Tuhan telah meninggalkan aku, dan Tuhanku telah melupakan aku” (Yesaya 49).
Dalam ungkapan yang sangat ekstrim, Elie Weisel, seorang korban yang selamat dari kekejaman tentara Nazi Hitler, dalam bukunya yang berjudul “Malam” memaklum “kematian” Tuhan. “Tuhan telah mati di kamar gas, di camp konsentrasi, di tengah kerja paksa dan cuaca dingin, di tengah eksperimen sadis dokter-dokter Nazi,” begitu jeritan Weisel.
Rabbi Kushner dalam bukunya “Derita: Kutuk atau Rahmat” (buku ini merupakan tafsiran terhadap Kitab Ayub, dihubungkan dengan pengalaman Kushner sendiri ketika menghadapi kenyataan anaknya tanpa sebab menderita penyakit yang sangat mematikan, progeria) mengatakan, “Tuhan ada bersama-sama orang yang menderita. Tuhan ikut menanggung, ikut merasakan, ikut menderita. Tidak selalu Tuhan “bisa” (pakai tanda petik) mencegah terjadinya penderitaan.”
Penderitaan dan dosa manusia
Ada anggapan bahwa penderitaan itu terjadi karena dosa manusia. Jadi kalau kita susah, kita terkena musibah, kita sakit nggak sembuh-sembuh, ya itu karena kita telah melakukan atau masih menyimpan dosa.
Anggapan ini tidak salah. Tapi tidak sepenuhnya betul. Ada penderitaan akibat dosa atau kesalahan kita sendiri. Misalnya, kita pengen punya mobil, nggak sabar dan nggak mau berusaha, lalu nyolong. Ketangkap. Di penjara. Kita susah. Salahnya sendiri. Kita suka pakai narkoba, jadinya menderita, salahnya sendiri juga.
Tetapi ada juga penderitaan karena dosa orang lain. Kita tidak salah apa-apa. Misalnya, kita sedang berjalan di pinggir jalan. Sudah betul di pinggir jalan, eh ada orang naik sepeda motor ngebut dan lagi teler. Nabrak kita. Kita masuk rumah sakit. Kita menderita. Kita nggak salah. Orang lain yang salah.
Di samping penderitaan karena dosa sendiri dan dosa orang lain, ada juga penderitaan bukan karena dosa, tetapi kita tidak tahu jawabnya apa. Misalnya seorang anak lahir cacat padahal orang tuanya sehat. Bukan salah siapa-siapa. Entah.
Dalam hidup ini memang ada banyak hal yang tidak bisa kita cari-cari jawabnya dengan akal. Misteri. Kita hanya bisa menerimnya.
Karena itu ketika penderitaan menimpa kita, cara paling baik adalah introspeksi diri. Apakah memang karena ada yang salah dari tindakan dan perilaku kita? Kalau iya, marilah kita perbaiki. Atau kalau kita sendiri tidak menemukan kesalahan dalam diri kita yang pantas menerima penderitaan serupa itu, ya jangan juga menyalahkan diri sendiri atau mencari-cari kambing hitam. Cara terbaik terimalah, dan jalani dengan iman.
Lagipula kalau kita menengok sejarah kehidupan manusia, penderitaan itu mulai ada ketika dosa memasuki kehidupan manusia. Oleh karena itu, penderitaan akan selalu ada dalam kehidupan manusia, seiring dengan kejatuhan manusia ke dalam dosa. Dosa itulah yang merusak kesempurnaan hidup yang semula ada.
Bersambung...