Pertanyaan :
Bagaimana pendapat Bapak tentang Katolik? Sebagai sesama manusia kita harus mengasihi. Sebagai umat beragama kita harus toleransi dan menghormati. Tapi dalam soal iman, Kristen dan Katolik berbeda sekali.
Antara lain banyak ritual Katolik hal yang menurut saya, tidak alkitabiah.
Bapak pernah berkhotbah bahwa sekarang ini gereja susah sekali bersatu.
Saya setuju dengan pendapat Bapak. Tapi Protestan bersatu dengan Katolik, apa bisa? Saya pernah menanyakan hal ini pada beberapa pendeta, tapi jawabannya tidak ada yang sama.
Mariana-Pramuka, Jakarta
Jawaban:
Syalom, saudari Mariana yang dikasihi Kristus.
Pertanyaan Anda sungguh menantang. Tampaknya mudah, namun terasa berat untuk menjawabnya. Terbatasnya ruang konsultasi ini, tak memungkinkan saya untuk menjawab tuntas pertanyaan Anda. Saya akan menjawab dalam tataran normatif, namun berharap dapat menstimulasi (merangsang) pikiran kita bersama untuk melihat ujung jalan pertemuan.
Katolik, di era Vatikan I (1869-1870), memang sangat tertutup, dan ini tampaknya sangat dipengaruhi oleh gerakan reformasi gereja (abad 16, cikal bakalnya sejak awal abad 12), yang melahirkan (tanpa direncanakan) Kristen Protestan. Semuanya bergerak begitu cepat, membuat gereja Katolik pada masa itu merumuskan gereja Protestan sebagai penyesat yang jahat.
Tarik-menarik, bahkan, dorong-mendorong pun tak terhindar-kan. Ini mengakibatkan, hubungan gereja Katolik dan Protestan semakin terkoyak lebar. Gereja Katolik bahkan mencanangkan slogan: extra ecclesiam nulla salus, yaitu tidak ada keselamatan di luar gereja (gereja Katolik tentunya). Artinya tidak ada keselamatan bagi gereja Protestan.
Ketidak-bersalahan Paus yang sempat gonjang-ganjing, disahkan secara bulat di konsili ini.
Pertikaian antara Katolik dan Protestan semakin menjadi jadi sejak konsili ini. Saling menyalahkan, bahkan menghakimi, hingga mengutuki datang silih berganti. Hal ini meliputi para petinggi gereja hingga umat di akar rumput. Jadi ratusan tahun "pisah ranjang" bahkan jadi musuh berat, membuat kedua-nya saling berburuk sangka. Dan jelas saja, dengan kondisi seperti ini damai akan susah. Kecurgiaan terpelihara dan kebencian merasuk sukma.
Namun di Vatikan II (1962-1965), Paus Yohanes XXIII yang berusia 77 tahun (terpilih sebagai Paus 1958), menekankan pentingnya aggiornamento (penyesuain konteks, tanpa mengubah konten). Dia menyebut, Protestan bukan sebagai penyesat yang jahat, melainkan "saudara-saudara yang terpisah".
Doktrin extra ecclesiam nulla salus, dicabut dari akarnya sehingga melahirkan pengakuan adanya keselamatan di luar gereja Katolik (tentunya pengakuan keselamatan ada juga di gereja Protestan).
Doktrin Maria ada dalam perdebatan di antara para pemikir Katolik, namun Maria sebagai perantara bukan mengurangi ke-perantaraan unik Kristus ,bahkan memperjelas kuasa ke-perantaraannya. Injil diyakini sebagai sumber segala kebenaran absolut yang menyelamatkan. Penulis Alkitab yang dilhami oleh Roh Kudus, maka Alkitab dengan teguh dan setia tanpa kesalahan mengajar kebenaran Allah. Ada banyak kebersamaan paham (Katolik, Protestan) yang terbangun. Namun, tentu saja semua ini masih menyisakan ruang diskusi yang lebar. Namun juga perlu dicatat, semangat Vatikan II
sangat berbeda dengan Vatikan I, semangatnya lebih pastoral daripada dogmatis dan perda-maian bukan konfrontatif. Vatikan II telah membuka pintu diskusi yang lebih lebar. Tinggal bagaimana kita memakainya.
Perkembangan ini menunjukkan bahwa kebersamaan gereja adalah sebuah keniscayaan.
Jadi, jika ditanya, mungkinkah bersatu? Jawabanya ada pada waktu dan kedewasan umat Kristen (Katolik dan Protestan). Tapi yang pasti diskusi semakin menepi, semakin bersahabat. Selamat berpikir.*
Sumber : http://www.sahabatsurgawi.net/mengupas% ... ber05.html
(Nantikan Kupasan Firman Tuhan selanjutnya!)