Oleh: H. M. Idris Pane
Rumah sakit adalah sesuatu yang diperlukan ketika kita sakit tapi sekaligus juga merupakan bahan gunjingan yang menyebabkan kalau si sakit bukannya berangsur sembuh, tetapi malah tambah sakit, lantaran pelayanannya buruk atau biayanya kelewat mahal.
Sejauh menyangkut tujuannya, keberadaannya memang selalu mengandung pertanyaan itu karena kita masih sering salah mengerti.
Salah pengertian itu menyangkut peran rumah sakit sebagai suatu lembaga yang mulai merujuk pada kegiatan komersil atau bisnis. Banyak orang yang mempertanyakan apakah rumah sakit bakal dikelola secara bisnis. Bagaimana implikasi sosialnya kalau rumah sakit mulai memperhitungkan pendapatan sebagai tujuan pelayanannya.
Penilaian bahwa pertanyaan-pertanyaan itu muncul karena, orang masih sering sekali mempertanyakan antara kegiatan dengan fungsi sosial dan bisnis tanpa memahami persis maknanya. Bahwa yang bisnis sering sekali mendapat konotasi jelek, itu berpangkal pada salah pengertian kita sendiri mengenai istilah bisnis. Dalam hubungannya dengan rumah sakit, penilaian banyak orang tidak tahu bahwa rumah sakit sesungguhnya adalah suatu industri, yang memang harus dikelola secara bisnis.
Itu masalah mendasar yang harus kita sedari sejak awal kalau kita ingin membebaskan rumah sakit dari penyakit kronisnya sampai sekarang. Seperti halnya orang sakit, rumah sakit pun biasa terserang penyakit. Cuma bedanya dengan penyakit manusia, penyakit yang menyerang tubuh, organisasi sebesar rumah sakit adalah sejenis mikroba yang lazim menyerang aktivitas tubuh industri.
Ada penyakit industri seperti industri jasa rumah sakit mempunyai tiga fungsi yang sampai sekarang belum terlayani dengan baik dalam sistem pelayanan kesehatan:
1. Fungsi pelayanan kesehatan yang meliputi tenaga medis, obat-obatan dan teknologi cangih dibidang kedokteran.
2. Fungsi mechanism pendanaan pelayanan kesehatan masyarakat sejak asuransi kesehatan dan subsidi silang rumah sakit.
3. Fungsi profesionalisme management di bidang pelayanan kesehatan. Ini semua menyebabkan pelayanan kesehatan di Indonesia belum mampu mengantisipasi perkembangan dan akibat dan kurang kesadaran masyarakat tentang perlunya pelayananan kesehatan secara mandiri. Karena perlu terobosan-terobosan untuk memperbaikinya.
Konon rumah sakit ditakdirkan suatu lembaga setiap kali harus rela menanggung biaya akibat dari tujuan yang diembannya. Ambil sebagai contoh rumah sakit - rumah sakit yang dikelola untuk tujuan missi atau dakwah untuk menyebar lembaga rumah sakit yang bernafaskan Islami.
Asumsi kita, mereka melakukan sesuatu kegiatan sosial yang menempatkan pelayanan karitatif sebagai tujuan utama. Hal yang sama dapat dikatakan tentang rumah sakit pemerintah, karena itu tujuannya terutama pelayanan kesejahteraan masyarakat.
Kalau asumsi ini benar maka tujuan dan mereka pertama-tama bukanlah keuntungan material. Bukan profit tetapi benefit. Ini wajar saja mengingat bahwa pada saat rumah sakit - rumah sakit itu didirikan mereka adalah bagian dari kegiatan keagamaan tertentu atau bagian dari kemauan politik pemerintah.
Pada saat mereka dirikan, pelayanan kesehatan rumah sakit belum sampai pada tingkat perkembangan tekhnologi seperti tekhnologi sekarang. Arus globalisasi dan perkembangan tekhnologi tidak hanya menuntut mereka mampu bersaing dalam memberikan pelayanan, tetapi juga terpaksa harus memperhitungkan biaya dan pendapatan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rumah sakit - rumah sakit itu mulai kewalahan menanggulangi, melonjaknya biaya pelayanan kesehatan yang dari tahun ke tahun selalu berada diatas kemampuan dana yang mereka sediakan. Di negara manapun inflasi pelayanan kesehatan seluruh lebih tinggi dari inflasi umum. Inflasi kesehatan di Indonesia sekarang ini menurut penulis 10 persen. Sebab rumah sakit sebagian instalasi jasa selain mempunyai sifat padat karya pada modal dan padat tekhnologi.
Profesionalisme Management
Profesionalisme kesehatan sekarang melibatkan berbagai bidang profesionalisme yang berkaitan dengan fungsi rumah sakit sebagai lembaga kesehatan maka management tidak hanya mengenai medis. Sudah saatnya, kita tidak terpaku pada bentuk institusi yang kaku. Misalnya, bahwa direktur rumah sakit syarat pertama harus dokter. Latar belakang kondisi demikian menurut penulis karena adalah harus dari dalam pelayanan medis dilakukan hanya oleh dokter, perorangan atau bersama.
Namun dengan kemajuan-kemajuan industri jasa sekarang ini keberadaan keprofesionalisme sangat diperlukan. Kriteria seorang direktur rumah sakit zaman sekarang dengan kemampuan manejerial. Seharusnya pimpinan (direktur) rumah sakit adalah dokter dengan dibekali ilmu-ilmu public health, ia harus melalui jenjang S2 dibidang manajemen rumah sakit seperti : MARS (Management administrasi rumah sakit), M.M.Rs. diluar negeri, dengan MHA (Master Health Administration)***info