"Emangnya abang punya rumah disana?", balesku. "Kita nginep aja di hotel. Kan Jumat besok libur, jadi bisa long weekend. Kita bisa berangkat nanti malem, Bogor deket ini". "Abang banyak duit ya, mo nginep hotel segala, keluarga abang mo dikemanain?" "Aku juga jomblo dirumah. Keluargaku liburan kerumah mertuaku di Surabaya, memanfaatkan liburan panjang. Sekarang aja aku dah sendirian di rumah. Mau ya Sin. Aku jamin pasti kau ketagihan deh". "Kalo Sintia bener ketagihan gimana." "Ya kita cari kesempatan aja untuk memenuhi ketagihannya kau, biar gak uring2an terus. Daripada dirumah sendirian digigit nyamuk, mendingan juga aku yang gigit kau". "Sakit dong digigit". "Ya digigit enak dong sayang". "Ih mulai deh pake sayang2an". "Mau ya, Sin. Aku mo cari hotel yang sesuai dengan isi kantongku nih". Aku tidak membalas message terakhirnya. Dasar gelo, gak lama lagi muncul lagi messagenya. "Diem artinya mau Sin. Aku dah ngebook hotel (dia nyebut nama hotelnya). Kita berangkat nanti bubaran kantor". "aku kan belon bilang iya", tapi giliran dia gak menjawab messageku. Bubaran kantor, dia dah cengar cengir nungguin aku. aku diantarnya pulang. Sepanjang jalan dia terus merayuku supaya aku mau ke Bogor dengannya. Akhirnya pertahananku berantakan juga karena desakannya yang pantang menyerah itu. Dia senang sekali. Dia membantu aku bebenah pakean yang akan kubawa nginep dengannya. aku berdebar2, tapi kutepis kekawatiranku dengan membayangkan bakal meregus kenikmatan dengannya. Aku akhirnya bisa melupakan kekawatiranku, ketika kami berangkat ke Bogor dari rumahnya. Sepanjang jalan dia ngajakin aku ngobrol hal yang ringan2, dia tidak menyinggung acara ranjang sama sekali, malah dia cerita humor yang rada jorok sehingga aku terpingkal2 dibuatnya. Jalan tol dalem kota yang macet tidak terasa karena aku sibuk tertawa berasam dia. Gak terasa, kami sudah diujung tol Jagorawi, ngantri mo bayar tol keluar Jagorawi. "Sin, kita cari makan dulu ya, biar gak usah keluar hotel lagi. Kan kita mo honeymoon". "Honeymoon dari Hongkong, iya bang, Sintia dah kerasa laper nih". "Kita cari makanan Sunda ya, kau suka kan?" Mobilnya meluncur membelah jalanan kota Bogor yang macet karena banyaknya angkot yang seliweran. Akhirnya mobilnya masuk ke pelataran parkir satu restoran Sunda. "Parkirannya penuh, artinya makanannya enak. Yuk turun". Kami masuk di restoran itu, kami milih duduk yang lesehan sehingga berasa seperti makan di kampung. Restoran itu didekor dengan nuansa pedesaan dengan alunan suling dan degung Sunda. Nyaman sekali makan sembari lesehan seperti itu. Kami duduk bersebelahan, dia menyuapi aku, akupun ganti menyuapi dia. Rasa canggungku sudah gak ada sama sekali, apalagi kekawatiran mo maen dengan lelaki laen yang bukan suamiku, sudah hilang tanpa bekas dari pikiranku. Aku menjadi terhanyut karena pintarnya dia merayu aku. Selesai makan, kami mampir di toko restoran itu yang menjual makanan kecil dan minuman. "BIar gak usah beli lagi di hotel, di hotel kan lebih mahal dari diluaran", katanya. Setelah selesai semuanya barulah kau meluncur ke hotel. Mobil diparkirkan oleh petugas valet, sementara kami cek in. Prosesnya berjalan mulus, sehingga setelah menerima kunci mobil dari petugas valet, kau diantar oleh roomboy ke kamar.
Kamarnya sedeng2 aja, gak besar, fasilitasnya standar saja, tempat tidur besar, sofa, meja rias, tv dan lemari es. Kulihat kamar mandinya juga standar tanpa bathup, hanya shower saja, toilet dan wastafel. Baiknya masih disediakan sabun, odol dan sikat gigi. "Not bad kan kamarnya, gak mewah seh, disesuaikan dengan kantongku kan". Aku masuk kamar mandi dan membersihkan badan, kukira dia akan mengikuti aku mandi, ternyata tidak. Selesai mandi aku hanya mengenakan daster tanpa bra. Memang bagian dada daster itu rendah sehingga kalo aku membungkuk, toketku yang besar montok itu seakan amu keluar dari dasterku. Memang dirumah aku biasanya pake daster seperti itu, sehingga bisa dimengerti kalo suamiku selalu napsu melihat aku seperti itu. Itu yang menjadi perhatian dia. Dia kemudian yang membersihkan diri, selesai mandi, dia mengeluarkan dvd player portabel yang dibawanya dari rumah. Ada film baru katanya. "Film apaan sih bang", tanyaku sambil duduk di ranjang sambil nyandar di tepi ranjang. "Pokoknya seru deh, bule lawan orang sini", jawabnya sambil memasukkan kepingan ke playernya, kemudian dia duduk diranjang juga disebelahku. "emangnya tinju", tanyaku gak ngerti. "Bukan tinju tapi gulet", jawabnya. "Kalo gulet, Sintia gak tertarik ah", kataku sambil bangkit berdiri, tapi dia lebih cepat. Dia menarik tanganku supaya tetap duduk disebelahnya. Ternyata film itu "biru", lakonnya bule dengan cewek yang tampangnya melayu.