Cinta Ditolak, Otak "Bergerak"
Rasa sakit dan menderita ketika cinta ditolak merupakan hasil dari aktivitas di bagian otak yang berhubungan dengan motivasi, penghargaan, dan kecanduan. Demikian menurut sebuah penelitian yang diterbitkan jurnal terbitan Masyarakat Fisiologi Amerika, Neurophysiology edisi Juli 2010.
Temuan ini dapat memiliki implikasi untuk memahami mengapa perasaan yang terkait dengan penolakan romantis akan sulit untuk dikontrol, dan dapat memberikan pemahaman mengapa kadang orang berperilaku ekstrem, seperti bunuh diri, ketika cinta ditolak atau putus cinta.
Dalam studi tersebut, Helen E. Fisher dari Universitas Rutgers, dan kawan-kawan, menggunakan pencitraan magnetik resonansi fungsional (fMRI) untuk merekam aktivitas otak remaja usia 15-an tahun, pria dan wanita heteroseksual, yang baru saja ditolak oleh mitra mereka tetapi melaporkan bahwa mereka masih sangat "cinta".
Semua peserta mengatakan bahwa mereka menghabiskan lebih dari 85 persen waktu mereka untuk memikirkan orang yang menolak cintanya, merindukan si dia untuk kembali menyambung ikatan cinta.
Tiap-tiap peserta melihat foto mantan kekasih. Kemudian mereka menyelesaikan latihan matematika sederhana untuk mengalihkan perhatian mereka dari pikiran romantis mereka. Akhirnya, mereka memandang foto orang yang netral nan akrab.
Para peneliti menemukan bahwa melihat foto-foto mantan pacar merangsang beberapa bidang utama otak peserta lebih dari ketika melihat foto orang-orang yang netral. Wilayah di otak tersebut adalah pertama daerah yang mengontrol motivasi dan penghargaan serta perasaan cinta romantis. Kedua, daerah yang terkait dengan keinginan dan ketergantungan. Ketiga, wilayah yang berhubungan dengan rasa sakit fisik dan marabahaya.
Para peneliti mencatat bahwa temuan mereka memasok bukti bahwa 'gairah cinta romantis' adalah sebuah pernyataan motivasi yang berorientasi pada tujuan daripada emosi tertentu. Temuan ini konsisten dengan hipotesis bahwa penolakan romantis adalah bentuk spesifik dari ketergantungan.
http://www.tempointeraktif.com/hg/kesehatan/2010/07/12/brk,20100712-262659,id.html