
GALIH dalam bahasa Indonesia berarti teras kayu yang keras dan berwarna hitam karena tuanya. Dalam bahasa Jawa, galih mempunyai makna sebagai perasaan terdalam seseorang. Berasal dari kata penggalih sebuah kata krama inggil (kata dalam strata tertinggi dalam bahasa Jawa) yang berarti perasaan, rasa, kalbu. Umar Kayam dalam Para Prijaji menggunakannya sebagai sebuah simbolisasi (sanepan) dalam nama sebuah desa yaitu Wanagalih. Wana yang merujuk pada hutan dan galih pada perasaan terdalam. Bukankah belantara hutan identik dengan pohon-pohon besar dengan galih yang berlapis-lapis karena waktu?
Sebagai sebuah lapis terdalam dalam diri seseorang, galih tentu juga menjadi simbolisasi tentang betapa sebuah perasaan terdalam kuat atau lemahnya terbentuk oleh usia. Usiapun tidak harafiah berarti umur biologis. Lapis terdalam inilah yang menjadi patokan untuk menilai kualitas. Berkait dengan pohon, galih menjadi ukuran untuk menilai kualitas kayu yang bagus dan tidak. Untuk orang, galih juga menjadi alat ukur kebijakan dan kedewasaan orang seorang dalam menghadapi hidup dan kehidupan.