Cicilan Bunga Utang Rp 115 Triliun
Oleh Teguh Firmansyah
Pemerintah diminta tidak membuat utang baru.
JAKARTA - Pemerintah diminta menekan bunga utang seefektif mungkin dan mempertimbangkan pengurangan utang baru. Sebab, cicilan bunga utang makin mengkhawatirkan dan menggerus APBN. Dampaknya, alokasi anggaran sejumlah program kesejahteraan masyarakat terus tergerus.
Jumlah utang Pemerintah RI saat ini mencapai lebih dari Rp 1.588,02 triliun, faktanya besaran cicilan utang mencapai Rp 110 triliun. Sedangkan, bunga utang pemerintah mencapai Rp 115 triliun. Jumlah tersebut jauh lebih besar dibandingkan anggaran Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang mencapai Rp 22,429 triliun.
Besarnya bunga dan cicilan utang pemerintah saat ini merupakan puncak dari akumulasi pembayaran utang di pemerintahan sebelumnya. Ekonom Indef, Ahmad Erani Yustika, mengatakan, pemberian bunga utang yang tinggi hanya menjadi beban APBN saat ini dan masa mendatang. ''Jika pemerintah masih ingin utang, besaran bunga harus sekompetitif mungkin, kita jaga jangan terlalu tinggi sehingga tidak membebani APBN,'' ujar Ahmad, kepada Republika, Selasa (1/6).
Beban bunga yang telah diberikan pemerintah kepada investor cukup besar. Padahal, negara-negara lain tidak memberikan interest yang cukup tinggi. Dibandingkan Filipina atau Thailand, bunga utang yang diberikan Pemerintah Indonesia masih lebih tinggi. Namun, Ahmad menyayangkan kesepakatan untuk menurunkan bunga utang tidak mampu diubah lagi.
''Karena penerapan ketentuannya tidak lagi berdasarkan market base, berbeda halnya dengan SBI,'' katanya. Menurutnya, seharusnya untuk menarik investor, khususnya investor asing, tidak harus menawarkan bunga tinggi. Pemerintah juga bisa memanfaatkan kondisi politik yang stabil.
Di sisi lain, Ahmad Erani berharap dalam masa yang akan datang pemerintah tidak perlu lagi bergantung pada utang. Artinya, diupayakan dalam RAPBN 2011 tidak terjadi defisit karena sepenuhnya penerimaan melalui sektor pajak telah berhasil digenjot. ''Tapi, ini sepenuhnya tergantung pada politik keuangan kita,'' ujarnya.
Sementara itu, Dirjen Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Rahmat Waluyanto, mengakui sampai dengan 2013 nanti bunga jatuh tempo utang masih cukup tinggi. Namun, menurutnya, hal itu tidak terlalu dipermasalahkan karena angkanya masih dalam kisaran yang tidak jauh berbeda. ''Apalagi, PDB kita semakin besar,'' jelasnya.
Sedangkan, soal penerbitan surat berharga negara (SBN), menurut Rahmat, harus tetap dilakukan sebagai acuan pasar. Sebelumnya, Rahmat mengungkapkan, imbal hasil (yield) Indonesia saat ini jauh lebih baik dari sebelumnya. Di kawasan Asia, posisi bagi hasil Indonesia diakui sudah sama dengan Filipina, yang sebelumnya imbal hasilnya lebih murah.
Sementara itu, ekonom Indef, M Ikhsan Modjo, menilai beban utang yang tinggi di atas merupakan konsekuensi dari Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) 1998 lalu. Dengan demikian, periode 2010 dan 2011 merupakan puncak pembayaran cicilan utang kita.
Namun, dia menilai, bunga dan cicilan utang saat ini masih normal jika melihat dari porsi utang yang ada. ''Tapi, saya mengimbau pemerintah agar membayar utang dengan cara menyicil", katanya, yang juga setuju pemerintah tak membuat utang baru. c08, ed: zaky al hamzah
Ref : http://koran.republika.co.id/koran/0/11 ... 15_Triliun