Pancasila Termarginalisasi Secara Struktural

YOGYAKARTA - Keberadaan Pancasila saat ini telah termarginalisasi secara struktural. Marginalisasi tersebut bisa dilihat dari beberapa aspek baik aspek ontologis, epistemologis maupun aksiologis. Peneliti dari Magister Studi Kebijakan (MSK) UGM Arqom Kuswanjono memberi contoh adanya upaya untuk mengganti Pancasila dengan ideologi lain.
“Padahal Pancasila itu harus dipahami dalam pengertian substansi maupun bentuk. Dan saya melihatnya memang ada upaya untuk mengganti Pancasila ini dengan ideologi lain,” kata Arqom dalam Diskusi di Gedung Masri Singarimbun MSK UGM, Kamis, 3 Juni, kemarin.
Arqom menambahkan, marginalisasi secara epistemologis bisa dilihat yakni Pancasila tidak dijadikan acuan dalam penyusunan peraturan perundang-undangan sehingga banyak peraturan yang menyimpang dari Pancasila. Contohnya, Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (UU BHP) yang dibatalkan karena cacat ideologis, serta tidak dicantumkannya Pendidikan Pancasila dalam UU Sisdiknas No 20 tahun 2003.
“Belum lagi adanya kebijakan ekonomi yang neo-liberalis,” tutur Arqom.
Marginalisasi secara aksiologis bermakna, Pancasila tidak secara konsisten dijadikan acuan sebagai moralitas berbangsa dan bernegara sehingga muncul demoralisasi masyarakat Indonesia. Hal ini ditandai dengan banyaknya kasus korupsi hingga konflik
antar masyarakat. “Akibat fungsi sosial agama menurun, potensi konflik agama muncul,” imbuh Arqom.
Marginalisasi struktural Pancasila itu mengakibatkan bangsa Indonesia kehilangan jati dirinya sehingga seperti ada ruang kosong yang kemudian memungkinkan masuknya neo-liberalisme, komunisme, fundamentalisme, serta aliran sesat.
“Pancasila sebenarnya tidak memposisikan ideologi lain sebagai lawan, tapi bagaimana bisa mengakomodasikan hal-hal yang baik dan positif supaya bermanfaat bagi bangsa dan masyarakat," jelas Arqom.
Dijelaskan Arqom, sebagian pihak masih memandang Pancasila dari sisi historis atau sisi luarnya saja. Padahal, nilai-nilai pancasila bisa digali lebih dalam melalui isi dan bentuknya. Di sisi lain, dengan kondisi yang semakin termarginaisasi ini, para pemimpin bangsa pun belum banyak berperan dan memberi contoh bagaimana meneladani dan mengamalkan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.
“Yang dibutuhkan adalah contoh dan teladan dari atas. Kalau contohnya saja tidak ada atau buruk tentu juga akan berdampak ke tingkat bawah juga,” paparnya.