Liberalisme dan komunisme adalah dua paham besar yang di dunia sekarang ini atau lebih tepatnya 20 tahun yang lalu saat masih gencarnya perang dingin. Masing-masing dari paham tersebut dianut oleh negara superpower yang paham pertama dianut oleh raksasa Amerika Serikat, dan yang kedua oleh Uni Sovyet (yang sekarang sudah runtuh). Antara dua paham tersebut memiliki ketertolakbelakangan yang sangat nyata.
Untuk paham liberal, menekankan pada kebebasan individu. Jadi individu diberi kebebasan yang sebesar-besarnya untuk melakukan apa yang diinginkan. Tanpa ada campur tangan dari negara atau tuhan sekali pun.
Sedangkan paham komunisme, menekankan pada penyamarataan derajat. Jadi semua individu dianggap sama oleh negara dan oleh karena itu, pendistribusian materi dan segala aspek dalam kehidupan diatur oleh negara. Negara berkuasa atas segalanya untuk rakyatnya. Hak-hak individu tidak diakui sama sekali oleh negara karena negara menganggap semua materi yang ada di kawasannya adalah milik negara. Idiologi komunis ini lahir dari paham sosialisme yang ada sebelumnya yang tokoh-tokoh pencetusnya antara lain Karl Marx dan Frederich engel
Sosialis berpandangan bahwa perekonomian yang menentukannya adalah kekuataan buruh atau kaum proletar. Jadi bukan para kapitalis atau pemilik modal seperti paham liberal. Sehingga para buruh bukanlah objek yang hanya dijadikan alat dan diperas tenaganya, tapi menjadi salah satu subjek yang dapat menentukan berjalannya roda perekonomian dan politik.
Paham komunis intinya sama dengan sosialis, tapi dalam penerapannya yang berbeda. Untuk komunis menghendaki perubahan dari masyarakat kapitalis menjadi penyamarataan derajat harus dengan cara yang radikal revolusioner. Sehingga secara singkat dapat terbentuk masyarakat yang tidak lagi mengenal stratifikasi social. Semua sama rata dalam satu tingkat. Lalu untuk sosialis, paham ini tidak menghendaki perubahaan yang radikal. Tapi paham ini menginginkan perubahan yang secara damai misalnya dengan pemogokan buruh. Karena dengan mogok, pasti produksi dari suatu pabrik akan terhenti dan kerugian yang amat besar akan dialami oleh kapitalis atau pemilik modal.
Komunisme adalah salah satu ideologi di dunia, selain kapitalisme dan ideologi lainnya. Komunisme lahir sebagai reaksi terhadap kapitalisme di abad ke-19, yang mana mereka itu mementingkan individu pemilik dan mengesampingkan buruh.
Istilah komunisme sering dicampuradukkan dengan Marxisme. Komunisme adalah ideologi yang digunakan partai komunis di seluruh dunia. Racikan ideologi ini berasal dari pemikiran Lenin sehingga dapat pula disebut “Marxisme-Leninisme”.
Dalam komunisme perubahan sosial harus dimulai dari peran Partai Komunis. Logika secara ringkasnya, perubahan sosial dimulai dari buruh, namun pengorganisasian Buruh hanya dapat berhasil jika bernaung di bawah dominasi partai. Partai membutuhkan peran Politbiro sebagai think-tank. Dapat diringkas perubahan sosial hanya bisa berhasil jika dicetuskan oleh Politbiro. Inilah yang menyebabkan komunisme menjadi “tumpul” dan tidak lagi diminati.
Komunisme sebagai anti kapitalisme menggunakan sistem sosialisme sebagai alat kekuasaan, dimana kepemilikan modal atas individu sangat dibatasi. Prinsip semua adalah milik rakyat dan dikuasai oleh negara untuk kemakmuran rakyat secara merata. Komunisme sangat membatasi demokrasi pada rakyatnya, dan karenanya komunisme juga disebut anti liberalisme.
Secara umum komunisme sangat membatasi agama pada rakyatnya, dengan prinsip agama adalah racun yang membatasi rakyatnya dari pemikiran yang rasional dan nyata.
Komunisme sebagai ideologi mulai diterapkan saat meletusnya Revolusi Bolshevik di Rusia tanggal 7 November 1917. Sejak saat itu komunisme diterapkan sebagai sebuah ideologi dan disebarluaskan ke negara lain. Pada tahun 2005 negara yang masih menganut paham komunis adalah Tiongkok, Vietnam, Korea Utara, Kuba dan Laos.
Liberalisme adalah sebuah ideologi, pandangan filsafat, dan tradisi politik yang didasarkan pada pemahaman bahwa kebebasan adalah nilai politik yang utama. Secara umum, liberalisme mencita-citakan suatu masyarakat yang bebas, dicirikan oleh kebebasan berpikir bagi para individu. Paham liberalisme menolak adanya pembatasan, khususnya dari pemerintah dan agama. Liberalisme menghendaki adanya, pertukaran gagasan yang bebas, ekonomi pasar yang mendukung usaha pribadi (private enterprise) yang relatif bebas, dan suatu sistem pemerintahan yang transparan, dan menolak adanya pembatasan terhadap pemilikan individu. Oleh karena itu paham liberalisme lebih lanjut menjadi dasar bagi tumbuhnya kapitalisme.
Dalam masyarakat modern, liberalisme akan dapat tumbuh dalam sistem demokrasi, hal ini dikarenakan keduanya sama-sama mendasarkan kebebasan mayoritas. Bandingkan Oxford Manifesto dari Liberal International: “Hak-hak dan kondisi ini hanya dapat diperoleh melalui demokrasi yang sejati. Demokrasi sejati tidak terpisahkan dari kebebasan politik dan didasarkan pada persetujuan yang dilakukan dengan sadar, bebas, dan yang diketahui benar (enlightened) dari kelompok mayoritas, yang diungkapkan melalui surat suara yang bebas dan rahasia, dengan menghargai kebebasan dan pandangan-pandangan kaum minoritas
http://id.wikipedia.org/wiki/Liberalisme
http://id.wikipedia.org/wiki/Komunisme
http://id.wikipedia.org/wiki/Sosialisme
http://id.wikipedia.org/wiki/Kapitalisme
http://id.wikipedia.org/wiki/Demokrasi
http://sma6semarang.wordpress.com/2008/ ... pengantar/
http://adipamungkas.blogspot.com/2009/0 ... lisme.html
Dari sini jelas terlihat adanya sisi yang saling bertolak belakang dan berlawanan dari mazhab sosialisme dan liberalisme, khususnya di bidang ekonomi. Ekonomi liberal menuntut adanya kebebasan individu yang tak terbatas dan kendali ekonomi yang sepenuhnya diserahkan kepada pasar. Negara tidak diperbolehkan melakukan monopoli dan ikut campur, apalagi melakukan kontrol dan intervensi. Itulah yang meyebabakan banyak orang mengatakan bahwa ekonomi liberalis merupakan sebuah mazhab yang dijunjung dan menjadi panutan para pelaku ekonomi yang sudah mapan (bisnisman kaya). Lalu apa peran pemerintah dalam ekonomi liberal? Dalam ekonomi liberal peran pemerintah hanyalah sebagai pengawas agar kebebasan tak terbatas setiap individu tetap dapat terpenuhi dan terlindungi. Ya, hanya sampai disitu peran pemerintah dalan sistem ekonomi liberal. Sistem ekonomi inilah yang nantinya akan bermuara pada sistem ekonomi kapitalisme.
Jika ekonomi liberalisme menuntut adanya kebebasan tak terbatas dari setiap individu untuk melakukan kegiatan ekonomi dalam suatu negara, maka berbeda dan bertolak belakang dengan ekonomi sosialisme. Sistem ekonomi sosialisme menuntut peran pemerintah dalam perekonomian sebuah negara demi tercapainya pemerataan sosial, penghapusan kemiskinan, dan kemakmuran bersama. Dalam sistem ini komoditas-komoditas perekonomian yang penting dan menguasai hajat hidup orang banyak seperti air, minyak, listrik, dan sebagainya dikuasai dan dikendalikan oleh negara. Dengan hal ini diharapkan kesenjangan sosial dalam masyarakat dapat teratasi dan akhirnya dapat membawa kehidupan seluruh masyarakat menuju ke arah kemakmuran. Sistem ekonomi yang cenderung ke arah sosialisme dan sering dikatakan sebagai sistem ekonomi kerakyatan inilah yang dianggap cocok dan pas jika diterapkan di Indonesia. Kondisi masyarakat Indonesia yang sebagian besar masih berada di bawah garis kemiskinan menuntut adanya peran aktif pemerintah dalam bidang ekonomi agar kebutuhan pokok masyarakat dapat tetap terjamin dan terpenuhi. Dengan adanya peran pemerintah tersebut diharapkan tidak ada cerita adanya orang kelaparan dan kekurangan makanan serta air bersih. Jaminan dari pemerintah ini menjadi penting mengingat daya beli dan pendapatan masyarakat Indonesia yang masih rendah dan jauh dari kecukupan. Jika di Indonesia diterapkan sistem ekonomi liberal apalagi global, dipastikan kehidupan rakyat Indonesia akan semakin tercekik dan perkonomian rakyat Indonesia sedikit demi sedikit akan hancur tergerus arus globalisasi dan modal asing. Rakyat miskin yang berpendidikan rendah dan tidak memiliki keahlian serta modal besar akan semakin terpinggirkan. Maka benar-benar menjadi nyatalah istilah “yang kaya semakin kaya, dan yang miskin semakin miskin”.
Sosialisme di era pasca-reformasi
Sering orang mengatakan bahwa sebuah paham akan selalu berkembang sesuai dengan jamannya. Jika dulu komunisme sempat hampir mencapai puncaknya, kini paham tersebut semakin surut. Hanya beberapa negara saja yang masih memakai paham tersebut. Komunisme yang kini dipakai oleh Cuba pun tidak lagi identik dengan komunisme yang sempat jaya di Uni Sovyet dulu, dengan kata lain paham ini mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan jaman. Begitupun dengan paham sosialisme. Sosialisme yang muncul di Indonesia sejak jaman pergerakan dulu di era Tan Malaka, hingga jaman pasca reformasi seperti sekarang di era Fadjroel Rahman banyak mengalami perubahan dan perkembangan. Bahkan ada yang mengatakan bahwa pemikiran tokoh-tokoh sosialisme Indonesia seperti Tan Malaka, Sutan Syahrir, hingga Fadjroel Rahman itu berbeda satu sama lain. Perbedaan tersebut selain disebabkan oleh pemahaman serta pengaruh pemikiran sosialisme yang menjadi dasar pijakan tokoh-tokoh tersebut juga disebabkan oleh konteks sosialisme yang ada pada jamannya masing-masing. Sosialisme era pergerakan nasional di jaman Tan Malaka, sosialisme pasca-kemerdekaan di era Sutan Syahrir, dan sosialisme pasca-reformasi yang kembali muncul setelah sekian lama bungkam di era Fadjroel Rahman.
Pada jaman Tan Malaka dimana Indonesia belum merdeka dan masih menjadi negara jajahan, sosialisme yang didengung-dengungkan Bapak Republik Indonesia ini lebih pada penerapan sosialisme dalam ranah ideologi. Ideologi sosialisme di era ini digunakan untuk mencari keadilan bagi rakyat Indonesia yang pada saat itu banyak menjadi buruh dan pekerja dan masih dilanggar dan tidak diperhatikan haknya. Perkembangan sosialisme di era ini memunculkan istilah Massa-Actie, yaitu gerakan-gerakan oleh buruh yang menuntut keadilan dan diperhatikannya hak-hak asasi mereka. Mungkin pada saat sekarang lebih dikenal dengan istilah aksi mogok dan demonstrasi. Kehidupan buruh dan kemakmuran rakyat Indonesia dituntut untuk lebih diperhatikan pada sosialisme era ini. Aksi-aksi progressif Tan Malaka ini membuat Tan Malaka dianggap sebagai sosialis kiri dan terpengaruh paham komunisme yang sempat melejit di Uni Sovyet.
Setelah Indonesia merdeka dan memasuki tahap pembangunan dan penguatan ekonomi muncul dan menunjukkan tajinya para pemikir-pemikir sosialis Indonesia yang lain. Berbeda dengan Tan Malaka yang berpikiran sosialis radikal dan progresif, sosialisme Sutan Syahrir lebih moderat dan menggunakan jalur diplomasi. Bisa dikatakan jika Tan Malaka menganut paham sosialisme kiri, Sutan Syahrir lebih ke arah sosialisme kanan. Dengan kata lain ada unsur liberal dalam sosialisme Sutan Syahrir. Sumbangsih Sutan Syahrir yang paling besar dan mudah diingat serta menjadi bukti penerapan paham sosialis moderat adalah dirubahnya sistem pemerintahan dari presidensial menjadi parlementer, dimana Syahrir menjadi perdana menteri pertamanya Hal ini pada dasarnya digunakan dengan tujuan untuk membatasi kekuasaan presiden pada saat itu. Sutan Syahrir juga memberi pengaruh dengan munculnya istilah “sosialisme kemanusiaan yang adil dan beradab”. Pada jaman Sutan Syahrir ini sosialisme yang dianutnya banyak dirancukan dengan komunisme. YB Mangunwijaya bahkan berpendapat bahwa “seolah-olah sosialisme Syahrir sama sebangun dengan komunisme, sedang kapitalisme, lebih buruk lagi kapitalisme semu bahkan didewakan sebagai penjabaran Pancasila dalam ekonomi”. Manguwijaya melanjutkan bahwa sosialisme lndonesia Syahrir bukan berdasarkan marxisme, bahkan sosialismenya menentang komunisme. Dalam hal ini Syahrir berpendapat bahwa pemerintahan tidak bisa disamakan dengan kelas. Pemerintahan yang ada entah itu pemerintahan buruh atau borjuasi tidak dipermasalahkan, alias sama saja. Inilah mengapa Sutan Syahrir dianggap sebagai sosialis kanan anti-komunis yang tetap mempertahankan hak hidup kaum kapitalis. Pada jaman ini muncul juga istilah “koperasi” yang didengung-dengungkan dan dipilih Mohammad Hatta daripada ekonomi kapitalis sebagai bentuk masih adanya paham-paham sosialisme yang berpengaruh di Indonesia.
Setelah cukup terkubur dan tenggelam pada masa pemerintahan Orde Baru, pemikiran sosialisme kembali muncul di era pasca-reformasi. Pemikiran-pemikiran sosialisme dalam ranah ekonomi muncul akibat dampak dari ambruknya sistem ekonomi liberal seiring terjadinya krisis keuangan global. Perekonomian Barat yang menganut sistem liberalisme akhirnya mencapai titik anti-klimaks yang menyebabkan bursa-bursa saham hancur dan pertumbuhan ekonomi minus. Pemikir-pemikir sosialis Indonesia di era pasca-reformasi seperti Fadjroel Rahman beranggapan bahwa krisis yang terjadi akibat dari kegagalan pasar. Amerika tidak mau menandatangani internasional human right ekonomi sosial dan budaya, karena yang terpenting bagi mereka hanya sipil dan politik. Sedangkan ekonomi, sosial dan budaya diserahkan kepada mekanisme pasar. Inilah yang mendapatkan penentangan dari Fadjroel Rahman. Fadjroel lebih menekankan kebebasan sebebas-bebasnya hak manusia dalam bidang politik, tetapi dalam bidang ekonomi, sosial dan budaya nanti dulu. Jaminan sosial universal harus tetap ada. Semua orang harus mendapatkan hak yang sama, pendididkan yang sama, kesehatan yang sama, tanpa membedakan pembagian dari prosesnya yang paling bawah hingga kelompok target yang lebih luas. Negara harus menjamin pembagian yang adil dan merata dalam bidang ini, yaitu sosial, ekonomi, dan budaya. Sosialisme di era Fadjroel Rahman lebih terlihat mengarah ke liberalisme kiri, dimana tidak seratus persen membenarkan adanya pengaruh dan peran pemerintah dalam kehidupan berpolitik warganya, tetapi cukup dengan adanya jaminan kesamaan dalam bidang ekonomi, sosial dan budaya. Liberalisasi dalam bidang ekonomi, sosial, dan budaya akan membawa dampak yang buruk bagi kehidupan rakyat Indonesia dan kemajuan bangsa Indonesia, karena memang rakyat Indonesia belum siap menghadapi paham liberalisme ini. Sayangnya liberalisasi di bidang-bidang ini sudah mulai muncul akibat terpengaruhnya Indonesia oleh globalisasi dan pemerintahan gaya Barat.
Dalam bidang ekonomi misalnya, dalam pasal 33 UUD 1945 jelas diterangkan tentang perekonomian yang disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan. Lalu diteruskan dengan perekonomian berdasar atas demokrasi ekonomi, kemakmuran bagi semua orang. Sebab itu cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak harus dikuasai oleh negara. Kenapa pasal tersebut berbunyi seperti itu? Karena para “founding father” kita tahu bahwa jika cabang-cabang produksi yang penting dan menguasai hajat hidup rakyat jatuh ke tangan penguasaan personal atau bahkan asing maka rakyat bisa tertindas. Jika tidak ada jaminan masyarakat mendapatkan kesamaan hak yang sama di bidang ekonomi, dengan kata lain hanya yang kaya yang bisa membeli, rakyat akan semakin jauh menderita dan terpuruk. Negara harus tetap mengatur dan mensubsidi kebutuhan-kebutuhan pokok rakyat karena memang rakyat Indonesia masih membutuhkan subsidi tersebut. Rakyat Indonesia sampai saat ini belum siap memasuki perekonomian liberal. Jangankan rakyat Indonesia, pemerintah Indonesia sendiri saja belum siap. Buktinya perusahaan pertambangan banyak yang jatuh dan dikuasai asing. Kalau misalnya liberal, kenapa tidak bisa dikuasai orang Indonesia sendiri? Ironisnya Indonesia hanya mendapatkan keuntungan dari pajaknya saja. Aneh memang, Indonesia yang kaya akan minyak dan hasil tambang lainnya harus mengikuti pasar global dalam menentukan harga minyak yang sebenarnya dihasilkan dari perut Indonesia sendiri. Kenapa harganya tidak bisa ditentukan sendiri? Inilah dampak dari liberalisme yang menyebabkan Indonesia mengalami imperialisme gaya baru. Pejajahan yang dulu dilakukan secara fisik dan penguasaan wilayah, kini cukup dengan penanaman modal asing. Over capitalism kembali menguasai perekonomian Indonesia saat ini.
Contoh lainnya adalah dalam bidang pendidikan yang saat ini mulai menjurus ke arah liberalisme-kapitalisme. Munculnya Badan Hukum Pendidikan (BHP) dianggap sebagai bukti konkrit dan titik kulminasi liberalisasi dan kapitalisasi dalam bidang pendidikan di Indonesia. Janji adanya BHP yang akan membuat pendidikan di Indonesia semakin murah dan terjangkau hanya omong kosong belaka. Institusi pendidikan yang belum siap akan adanya undang-undang ini hanya bisa mendapatkan dana operasional kampus dari para mahasiswanya. Hasilnya biaya pendidikan bertambah dengan diterapkannya sumbangan-sumbangan yang beraneka ragam. Kelas yang dibuka pun semakin banyak (ditambah dengan kelas-kelas non-reguler misalnya) demi mendapatkan dana yang semakin banyak pula. Semakin banyak mahasiswa, semakin banyak uang yang datang dan mengalir. Hasilnya proses pendidikan dan transfer of knowledge menjadi tidak efektif. Lalu dimanakah peran pemerintah yang katanya “mencerdaskan kehidupan bangsa dan menjamin rakyat Indonesia mendapatkan pendidikan”? Bagaimana mau jadi bangsa yang bermartabat kalau rakyatnya ingin bersekolah saja masih susah. Lagi-lagi rakyat hanya bisa mengeluh.
Oleh karena itu benar adanya jika di Indonesia. masih dibutuhkan sistem sosialisme di bidang ekonomi, sosial, dan budaya. Negara dan pemerintah harus tetap bertanggung jawab mengatur dan mengelola bidang ekonomi dan pendidikan masyarakat. Cabang-cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak harus tetap dikuasai negara dan digunakan sepenuhnya untuk kemakmuran bangsa. Negara harus tetap bertanggung jawab mencerdaskan kehidupan bangsa. Kalaupun ada BUMN yang merugi itu bukan salah sistem ekonomi sosialis-kerakyatannya, melainkan pada pengelolaan dan operasionalnya. Kalau misalnya Garuda merugi terus, bukan lantas menjual Garuda kepada perorangan atau bahkan asing, melainkan perbaiki sistem pengelolaan dan manajemen pengoperasionalannya. Kalau misalnya masih banyak rakyat Indonesia yang miskin, bukan berarti harus mengubah sistem ekonomi dari sosialis-kerakyatan menjadi liberal, tetapi perbaiki penerapan dan implementasi dari paham ekonomi sosialis-kerakyatan tersebut. Jangan mengaku penganut paham sosialis-kerakyatan tetapi dalan kenyatanaanya menjual BUMN dan menerbitkan UU BHP. Sosialisme pasca-reformasi memang tidak membenarkan adanya intervensi yang berlebihan dari pemerintah di bidang politik. Rakyat harus bebas sebebas-bebasnya dalam menentukan pandangan politik mereka. Tetapi dalam bidang ekonomi sosial dan budaya, pemerintah harus tetap berperan aktif memjukan kesejahteraan umum. Sosialisme pasca-reformasi memang berbeda dengan sosialisme jaman dulu. Jika dulu sosialisme yang berkembang murni sosialisme dan condong ke arah komunis, lalu sosialisme yang menjurus liberal, kini sosialisme pasca-reformasi lebih condong ke liberal tetapi tetap memperhatikan jaminan sosial masyarakat. Boleh liberal dalam bidang politik, bahkan liberal seliberal-liberalnya, tapi nanti dulu jika ingin menerapkan paham liberalisme di bidang ekonomi, sosial, dan budaya